REVIEW : SESUAI APLIKASI


“Selama kita tabah, keadaan akan berubah.” 

Saat menonton suatu film, saya selalu memegang prinsip: look at the positive side. Sebisa mungkin, cari sisi positifnya sekalipun film yang ditonton adalah kreasi Nayato Fio Nuala atau diproduseri Dheeraj Kalwani yang sisi negatifnya bertebaran dengan sangat jelas di setiap sudut. Atau dengan kata lain, menemukan kebaikan dalam film mereka bak ngubek-ngubek tumpukan jerami buat menemukan satu jarum cuilik. Alamakjang, susahnyaaa! Saya pun demikian ketika akhirnya memutuskan untuk menyaksikan Sesuai Aplikasi garapan Adink Liwutang (The Underdogs) yang trailernya hanya mencuplik banyolan-banyolan dalam film tanpa pernah memberikan informasi perihal plot. Saya masih berbaik sangka ditengah ekspektasi yang sebetulnya sudah tiarap karena trailer ini sungguh garing. Mungkin si pembuat film ingin memperjelas ke calon penonton kalau film buatannya ini berada di jalur komedi. Mungkin si pembuat film menyisipkan satu twist besar yang berpotensi bocor kalau plotnya diumbar di trailer. Mungkin juga si pembuat film ingin memantik rasa penasaran calon penonton sehingga terus menerus berspekulasi karena petunjuk paling jelas yang disematkan di trailer adalah persahabatan dua driver ojek online. Apakah betul film ini semacam versi layar lebar dari sitkom Ok-Jek yang mengudara di kanal televisi Net? Jika kamu menduga demikian, well… kamu tidak sepenuhnya keliru. 

Menengok pada judul yang kentara terinspirasi dari pertanyaan wajib yang dilontarkan oleh driver ojek online (“pesanannya sudah sesuai aplikasi ya, Pak?”), telah terbaca bahwa Sesuai Aplikasi bakal berceloteh mengenai suka duka yang dialami driver ojek online kala menjalani profesinya. Dalam film, pengemban profesi tersebut diwujudkan dalam dua karakter bernama Pras (Valentino Peter) dan Duras (Lolox) yang kebetulan telah bersahabat sedari bangku SD serta tinggal bersebelahan. Mereka memang memiliki nasib berbeda – Pras dideskripsikan memiliki paras tampan yang membuat customer senantiasa bersikap sopan padanya sedangkan Duras sering ketiban apes – namun mereka memiliki motivasi senada ketika memutuskan terjun sebagai ojek online yakni dilandasi faktor tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga. Pras didorong oleh keinginannya untuk membiayai pengobatan sang ibu yang telah sakit-sakitan dan Duras didorong oleh keinginannya untuk membiayai kuliah sang adik, Monik (Meisya Amira), demi menjalankan amanat mendiang ayahnya. Menilik penghasilan keduanya yang tidak seberapa, ditambah lagi pekerjaan ini cukup beresiko karena kondisi jalan dan customer yang sulit diduga, maka sudah barang tentu keinginan dua protagonis film tidak semudah itu untuk dicapai. 


Andaikata film ini sebatas bertutur seperti apa yang telah tertulis di atas atau dengan kata lain, patuh pada premis dasarnya, Sesuai Aplikasi sebetulnya berpotensi menjadi tontonan mengikat. Akan tetapi, film yang naskahnya digubah oleh Agasyah Karim beserta Khalid Kashogi ini (lantas direvisi oleh Bene Dion Rajagukguk demi memperkuat elemen komedinya) justru menghadirkan cabang-cabang cerita lain yang mencakup sepak terjang seorang pencuri kelas kakap berkedok pemilik warung kopi bernama Sakti (Ernest Prakasa), lalu rentenir bernama Ci Asiu (Dayu Wijanto) yang ditakuti warga kampung, sampai penyanyi dangdut bergaya kenes bak Syahrini bernama Sofiyah (Titi Kamal). Memang betul bahwa keberadaan tiga subplot ini dimaksudkan untuk menyokong konflik yang dialami Pras dan Duras sehingga film tak terkesan lempeng. Hanya saja, ini menjadikan film terlalu penuh dan si pembuat film pun tampak kebingungan dalam menjembatani seabrek plot ini. Ketimbang mendukung pergolakan batin dua karakter utama, munculnya cabang-cabang cerita tersebut justru mendistraksi yang secara perlahan tapi mengaburkan fokus narasi. Satu jam pertama sudah berlalu dan saya masih dibuat bertanya-tanya: apa sih yang sebenarnya ingin diceritakan oleh Sesuai Aplikasi? Bukankah film ini seharusnya menyuguhi kita dengan keriuhan dibalik profesi ojek online alih-alih kisah perampokan berlian? 

Menggunakan sudut pandang positif, saya berusaha meyakinkan diri bahwa mungkin ini adalah cara Adink Liwutang agar drama ojek online terasa lebih greget. Dalam satu dialog pun Sakti mengingatkan, “selama kita tabah keadaan akan berubah.” Jadi saya pun memutuskan untuk tabah meski guliran kisah sudah melenceng kemana-mana, lebih menyerupai kumpulan sketsa ketimbang satu cerita utuh, sebagian karakternya terasa menyebalkan, dan orkestra jangkrik terdengar lebih meriah dari suara gelak tawa penonton saking tak adanya humor yang mengenai sasaran. Semuanya meleset. Ya betul, se-mu-a-nya. Jujur, saya lebih bisa tertawa lepas saat menonton Bodyguard Ugal-Ugalan yang dibintangi Syahrini ketimbang film ini. Berhubung laju penceritaan pun lamban alih-alih dinamis, saya akhirnya tiba pada satu titik dimana sikap positif telah mengkerut dan keinginan untuk mengeluh pun membuncah. Rasa-rasanya ingin berteriak, “saya sudah tabah, lalu kapan keadaan yang bikin jenuh, sebal, dan pening ini akan berubah?” walau belakangan diredam. Apabila perubahan pada narasi dianggap terlalu sulit, setidaknya ada perubahan pada tata suara yang tak mengenakkan di telinga. Maap maap ni ya, tapi menonton Sesuai Aplikasi ini kayak lagi nonton film hasil mengunduh ilegal dan saya dapat file buruk yang suaranya tidak sinkron dengan gambar. Dubbing di film ini amat sangat mengganggu euy! Awalnya sih saya berburuk sangka kepada Valentino Peter yang aktingnya sangat kaku (ngapunten nggih, Mas!) dengan mengira dia belum terbiasa melakukan dubbing, tapi ternyata ini berlaku pula ke pemain-pemain lain yang urung bermain maksimal karena pengarahan dan penulisan naskah yang lemah. 



Pada akhirnya saya pun hanya bisa pasrah karena hingga penghujung durasi Sesuai Aplikasi dimana semua konflik tiba-tiba bisa diselesaikan dengan satu jentikkan jari, keadaan tak kunjung berubah dan malah kian parah. Semoga saja ketabahan saya karena telah menyedekahkan waktu beserta uang untuk film ini berbuah pahala. Amin.

Troll (1,5/5)